Uptime Institute merupakan suatu organisasi yang memberikan sertifikasi dengan sistem tier-ing kepada perusahaan data center. Walaupun ada beberapa organisasi lainnya seperti 7×24 Exchange dan AFCOM, Uptime Institute adalah badan yang paling dikenal dan diterima sebagai standar bagi pelaku bisnis data center di seluruh dunia.

Di abad ke 21 ini, teknologi dan internet telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat luas. Akibatnya, kebanyakan pelanggan data center memiliki ekspektasi bahwa data center harus memiliki availability 99.999%. Pada data center, availability merujuk pada sejauh mana suatu sistem atau komponen dapat beroperasi dan diakses saat dibutuhkan. Untuk menilai angka availability suatu data center, Uptime Institute membuat sistem klasifikasi tier yang hingga saat ini merupakan standar yang paling banyak digunakan pelaku bisnis data center.

Salah satu konsep yang penting dalam sistem tier adalah dual-powered technology yang berarti data center membutuhkan setidaknya dua sistem distribusi listrik yang terpisah. Titik redundansi (lihat artikel “Redundansi Dalam Distribusi Listrik Data Center” untuk mempelajari apa itu redundansi) juga perlu dipindahkan dari UPS ke perangkat komputer itu sendiri. Sistem ini dikenal dengan S+S yang merupakan kependekan dari system plus system.  

Beberapa konsep yang perlu dipahami lagi sebelum mempelajari karakteristik tiap tier adalah fault tolerant dan concurrently maintainable. Data center yang tetap dapat mempertahankan critical load-nya pada sedikitnya 1 worst-case scenario disebut sebagai fault tolerant. Data center yang dapat melakukan perbaikan infrastruktur tanpa perlu mematikan critical load-nya disebut sebagai concurrently maintainable.

Tier 1

Data center yang termasuk dalam klasifikasi tier 1 memiliki satu sistem distribusi untuk enerji listrik dan sistem pendingin tanpa memiliki redundansi. Sistem tier 1 dinilai memiliki tingkat availability 99.67%.

Tier 2

Data center yang termasuk dalam klasifikasi tier 2 juga memiliki satu sistem distribusi untuk enerji listrik dan sistem pendingin, namun memiliki redundansi. Sistem tier 2 dinilai memiliki tingkat availability 99.74%.

Tier 3

Data center yang termasuk dalam klasifikasi tier 3 memiliki beberapa sistem distribusi untuk enerji listrik dan sistem pendingin, namun hanya satu yang digunakan secara aktif. Sistem dalam tier 3 juga memiliki redundansi dan concurrently maintenable. Sistem tier 3 dinilai memiliki tingkat availability 99.98%.

Tier 4

Data center yang termasuk dalam klasifikasi tier 4 memiliki beberapa sistem distribusi untuk enerji listrik dan sistem pendingin. Sistem dalam tier 4 juga memiliki redundansi, concurrently maintenable dan fault tolerant. Sistem tier 4 dinilai memiliki tingkat availability 99.995%.

Selain itu, sistem yang ingin diklasifikasikan dalam tier 4 juga memiliki 13 syarat tambahan yang perlu dipenuhi. Salah satunya adalah perlunya dua sumber enerji listrik, seperti S+S yang dibahas di paragraf ketiga. Jika Anda tertarik untuk mempelajari lebih lanjut mengenai persyaratan sistem tier 4, kami rekomendasikan untuk mempelajari di https://uptimeinstitute.com/.